Imu GrafisDisKomvis Memahami teks dalam karya Desain Komunikasi Visual Membaca karya-karya DKV Diskomvis sebagai sebuah teks, tentu saja kita harus memahami apa yang disebut dengan ”teks” itu sendiri. Dalam teori bahasa apa yang dinamakan teks tidak lebih dari himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda dengan sistem tanda yang disepakati oleh masyarakat sehingga sebuah teks ketika dibaca bisa mengungkapkan makna yang dikandungnya.
Melihat lebih dalam lagi sebuah teks pada dasarnya tidak dapat dilepaskan sama sekali dari teks yang lain. Teks dalam pengertian umum adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks tertulis atau teks lisan. Adat istiadat, kebudayaan film drama secara umum adalah teks.
Secara alamiah seseorang ketika menulis apapun sering melakukan kutipan-kutipan dari tulisan dan pendapat orang lain yang dianggap sesuai dengan pemikirannya. Begitupun sebuah teks, dia lahir dari teks-teks lain yang harus dipandang sesuai dengan tempatnya pada kawasan tekstual. Inilah yang disebut sebagai intertekstual.2 Istilah intertektualitas pertama kali diperenalkan oleh Julia Kristeva, seorang pemikir poststrukturalis Perancis dalam bukunya Revolution in Poitic Language dan Desire in Language: A Semiotic Approach To Literature And Art. Kristeva melihat bahwa satu teks atau karya seni tidak berdiri sendiri, tidak mempunyai landasan atau kriteria dalam dirinya—tidak otonom.
Mengambil Inpirasi dari konsep Dialogis Mikhail Bakhtin, Kristeva menjelaskan kesaling ketergantungan satu teks dengan teks-teks sebelumnya. Teks bagi Kristeva adalah sebuah permainan dan mosaik kutipan-kutipan, dari teks-teks yang mendahuluinya, sebagaimana yang dikemukakakan olehnya ” di dalam ruang teks tersebut, beranekaragaman ungkapan-ungkapan , yang diambil dari teks-teks lain, silang menyilang dan saling menetralisir satu sama lain”. (Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, jalsutra , Yogyakarta, 2003, hlm. 123)
Jika Kristeva memandang teks sebagai sesuatu yang tidak otonom tetapi bagi Barthes Teks adalah sebuah objek kenikmatan, sebagimana diproklamsikan dalam buku Sade/Fourir? Loyola: the text is an object of pleasure. Kenikmatan yang dimaksud adalah bukanlah pembacaan biasa. Kenikmatan di sini adalah kenikmatan atas teks atau naskah. Dalam hal ini Barthes mengunggulkan bahasa atas apapun.
Barthes membaca kembali dan berulang-ulang sebuah teks dengan memotong-motongnya dan menyusunnya kembali, yang menjadi kontruksi utama dalam semiologi dan anlisis tekstual atau analisis struktural.
Meminjam teks dalam teori wacana (teks dan konteks), teks diartikan sebagai semua bentuk bahasa bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas tetapi jenis semua ekspresi komunikasi, ucapan musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya.3 Sedangkan konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti; partisipan bahasa dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya.
Kita dapat mengambil contoh misalnya wajah yang ramah adalah konteks pernyataan yang ramah yang dapat di intepretasi dengan mudah. Atau lebih ekstrim kita dapat mengambil sebuah kata ”anjing”. Ketika sebuah kata anjing kita rangkai dalam sebuah kalimat misalnya anjing berlari di rerumputan akan Berbeda makna ketika anjing diungkapkan dengan nada marah di depan seseorang ”anjing kamu”, di sinilah konteks pada sebuah teks memberikan makna berbeda berdasar konteksnya.
Begitupun apabila kita melihat sebuah karya DKV seperti iklan misalnya, selalu menampilkan objek yang diiklankan, teks (verbal) dan konteks dalam tampilannya. Teks dapat diartikan tulisan yang ada dan konteks bisa diterjemahkan sebagai gambar atau ilustrasi yang mendukung termaknainya sebuah pesan. Kita dapat mengambil sebuah contoh dari iklan rokok yang sesungguhnya sebagai salah satu penyebab impotensi, ketika Produk dikaitkan dengan simbol-simbol keberanian dan kejantanan maka makna “merokok” secara denotataif menyebabkan penyakit berubah makna paradoks menjadi sebuah nilai prestise dan kebanggaan bagi perokok.
Memahami karya DKV yang di dalamnya menyimpan berbagai pesan informasi tentang sebuah Produk atau intansi dan jasa merupakan usaha ”pembacaan” terhadap teks atau tanda yang mengandung makna tertentu. Jadi teks dalam hal ini adalah segala tipe tanda yang ada pada sebuah karya Desain Komunikasi visual baik verbal ataupun visual bahkan audio. Ketika dikaitkan dengan konteks budaya dan segala sesuatu yang melingkupinya dari sinilah pembacaan secara mendalam diperlukan sebagai usaha mencari makna dibalik pesan yang disampaikan.
Pembacaan terhadap karya DKV merupakan bagian dari proses komunikasi, pembaca disebut sebagai komunikan yang menerima pesan yang ditransmisikan dari sumber pesan (source) melalui media Yang dipilih untuk oleh desainer. Dalam hal ini pengirim (desainer yang mewakili klien/intansi) mengkontruksi pesan (encode) dengan karya DKV yang dihasilkan dan penerima menerjemahkan pesan (decode) karya visual yang ada di hadapannya sebagai pesan yang memiliki makna tertentu.
Memahami komunikasi meminjam asumsi John Fiske dalam Cultural and Communication Studies, menyatakan bahwa semua komunikasi melibatkan tanda (sign) dan kode (codes). Tanda adalah artefak atau tindakan yang merujuk pada sesuatu pesan yang lain di luar tanda itu sendiri: yakni tanda menandakan konstruk.
Sedangkan Kode adalah sistem dimana tanda-tanda diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda-tanda itu berhubungan satu sama lain.4 Contoh dalam kehidupan sehari-hari kita misalnya lampu merah sebagai contoh pengorganisasian tanda ke dalam kode. Dalam pandangan semiologi milik Saussure rambu lalu lintas adalah bentuk paradigma (kumpulan tanda) yang dipergunakan secara sintagmatik menjadi susunan tanda yang terpadu dan dipilih untuk dipergunakan dalam sistem kode (konvensi).5
Dari sinilah pemahaman bahwa Komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna, bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang lain dalam rangka menghasilkan makna. Pesan dalam pemahaman semiotika merupakan suatu kontruksi tanda yang lain, melalui interaksinya dengan penerima yang kemudian menghasilkan makna. Pengirim didefinisikan sebagai transmiter pesan yang memiliki pengaruh lebih rendah daripada ”teks” yang dibaca. Dan ”membaca” adalah proses menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi dan bernegoisasi dengan teks. Negoisasi ini terjadi karena “pembaca” membawa aspek-aspek pengalaman budayanya untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang menyusun “teks”.Pembacaan seseorang terhadap karya DKV terlepas dari teknik dan metode pembuatanya secara estetik, dipengaruhi oleh pengalaman empirik dan pegetahuan terkait dengan konteks saat karya DKV diproduksi.
Dalam pandangan Peirce kita dikenalkan pertandaan dengan unsur makna terdiri dari objek, tanda (representamen) dan interpretan. Dalam karya DKV dapat diklasifikasikan bahwa karya DKV merupakan representement yang ketika dibaca akan memunculkan interpretan yaitu efek pertandaan; konsep mental yang dihasilkan oleh tanda maupun pengalaman pengguna terhadap objek.
Contoh misalnya kita melihat tanda ”gambar mawar” yang merekah maka akan tebentuk proses tiga tingkatan (three-fold process)6 di antara representamen, objek, interpretan yang dikenal sebagai proses semiosis.
Sedangkan Karya DKV sendiri apabila dikaitkan dengan tipologi tanda menurut Peirce (ikon, indeks dan simbol), maka KARYA DKV adalah rangkaian dari tipe tanda berupa ikon indeks dan simbol. Ikon merupakan tipe tanda berupa ikon yang sama persis dengan realitas. Indeks merupakan hubungan tanda yang terkait dengan hukum sebab akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut sebagai tanda bukti, misalnya adanya hujan pasti ada mendung sebelumnya. sedangkan simbol adalah tanda berdasarkan konvensi atau perjanjian yang telah disepakati bersama misalnya lambang garuda di Indonesia dipahami sebagai lambang negara, berbeda dengan Orang Eskimo memahami garuda hanya sebagai burung elang biasa.
Memahami makna setiap tanda budaya yang muncul sebagai fenomena bahasa termasuk karya DKV sebagai sebuah bentuk teks budaya yang terkait dengan konteksnya (Roland Barthes menyebutnya sebagai semiologi) merupakan sebuah kewajaran ketika seseorang berusaha mengamati (membaca) sebuah karya visual. Membaca karya DKV merupakan proses menemukan makna yang terjadi ketika sebuah teks (berupa tanda-tanda) dikaitkan dengan aspek-aspek budaya. Di sini kode dan tanda yang menyusun karya DKV sebagai sebuah ”teks” yang bisa dibaca.
* Sebelas Tips Belajar Desain Secara Otodidak
* Memahami teks dalam karya Desain Komunikasi Visual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar